Puslapdik– Mikael Gobai namanya. Lajang belia kelahiran 22 Mei 2004 di Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, itu, merasa sedih namun juga bersyukur bisa melanjutkan kuliah di Jawa, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Magelang, melalui beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik).
Merasa sedih karena keberhasilannya kuliah di Jawa tak bisa disaksikan oleh kedua orang tuanya. Ibunya meninggal saat Mikael duduk di kelas 2 sekolah dasar, dan ayahnya meninggal saat menjelang kelulusan SMA tahun 2022 lalu. Padahal, saat masih hidup, ayahnya lah yang mencita-citakan Mikael kuliah di Jawa.
“Kata-kata yang sering aku tanya ke ayah sebelum ayah saya meninggal adalah adalah: Ayah, saya nanti lanjut kuliah dimana? lalu ayah saya jawab ” harus di Jawa“,” kata Mikael dalam tulisannya melalui Whatsapp.
Tekad ayahnya itu,salah satunya dibuktikan dengan menyekolahkan Mikael di SMA YPPK Adhi Luhur di Kabupaten Nabire yang kini jadi ibukota Propinsi Papua Tengah.
Mikael juga bersyukur memperoleh beasiswa ADik karena bisa mengurangi beban kakaknya.
“Sejak ayah meninggal, mau dan tidak mau, kakak saya saya yang harus membiayai saya dan adik saya serta ada beberapa kakak saya yang belum selesai kuliah, dengan beasiswa ADik ini, beban kakak saya berkurang, “lanjutnya.
Diakui Mikael, saat mendaftar ADik, pilihan Program Studi utamanya adalah Kesehatan Masyarakat, namun ternyata Mikael diterima di Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Magelang.
“Demi meringankan beban keluarga, saya mau dan tidak harus mengikuti beasiswa ADik meski tidak sesuai dengan pilihan, saya yakin pasti maunya Tuhan kepada saya adalah di sini jadi saya terus bersyukur dan mengikuti proses ini semua, “ujarnya.
Baca juga : Helena, Gadis Papua Penerima ADik yang Ingin menolong Sepenuh Hati
Menyesuaikan diri
Sebagai orang Papua yang pertama kali ke Jawa, diakui Mikael susah sekali untuk menyesuaikan diri dengan budaya dan makanan yang ada di Magelang. Belum lagi kendala bahasa, salah satunya, saat perkuliahan, dosennya kerap menjelaskan materi perkuliahan dengan bahasa Jawa.
Kendala lain, Mikael merupakan penganut agama Katolik sementara ia kuliah di universitas Muhammadiyah yang sangat kental budaya dan ritual agama Islam.
Menghadapi berbagai kendala itu, lantas Mikael terus menyadarkan diri mengenai tujuan utama ke Magelang. Dengan kesadaran itu, Mikael terus mencoba untuk membiasakan diri dan akhirnya mulai terbiasa.
“Saya juga belajar dan sering bertanya tentang bahasa Jawa dan mulai mencicipi makanan khas sini sehingga saya mulai terbiasa dan bisa menyesuaikan diri dengan budaya dan makanan di sini, “jelasnya.
Mikael bersyukur, teman-temannya yang mayoritas orang Jawa dan beragama Islam dan juga dosennya merespon dengan baik sehingga Mikael secara perlahan mengerti dan mulai terbiasa dengan budaya,bahasa, dan makanan di Magelang.
Mikael juga tidak pernah mengalami kendala dalam hal agama. Para dosen dan teman-temannya menerima Mikael dan teman-temannya sesama Papua penerima ADik apa adanya tanpa memandang SARA.
“Di kampus ada mata kuliah BTQ atau baca tulis Quran dan AIK, mata pelajaran yang dikhususkan buat yang beragama Islam dan buat kami yang beragama Non Islam diberi tugas yang bobotnya sesuai, “kata Mikael.
Baca juga : Chorlance, Gadis Papua Jadi Dokter Melalui Beasiswa ADik
Jadi guru perintis di Papua
Ditanya soal rencananya kelak setelah lulus, Mikael berkomitmen untuk untuk kembali ke Papua dan menjadi guru perintis di pedalaman Papua. “Saya ingin bertugas di pedalaman Papua untuk membantu dan membangkitkan pendidikan yang tertinggal di pegunungan Papua. Almarhum ayah saya juga dulunya seorang guru perintis di pedalaman Papua, “terangnya.
Diakhir tulisan, Mikael menitipkan pesan untuk sesama mahasiswa Papua penerima ADik.
“Untuk teman-teman yang saat ini duduk di bangku SMA di Papua dan berniat memperoleh ADik, janganlah merasa takut dan malu soal bagaimana hidup di lingkungan kampus, dan bagaimana menyesuaikan diri, saya yakin kalian pasti punya cara tersendiri untuk melawan dan melalui semuanya, jika kalian mau sukses, cobalah untuk melawan rasa malu dan takut itu, “tegas Mikael.