Puslapdik- Bagi siswa asal Papua, menjadi mahasiswa penerima beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) dan berkuliah di Jawa tentulah tidak mudah. Mahasiswa asal Papua tak jarang dipandang sebelah mata oleh mahasiswa lainnya yang berasal dari Jawa. Apalagi dari segi fisik yang bisa dikatakan jauh berbeda. Berbagai kendala harus siap dihadapi dan dicari solusinya, baik itu kendala akademik maupun kendala budaya.
Hal itulah yang dihadapi Hulda Lidia Soruwe, mahasiswa asal Distrik Ayamaru Timur, Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, yang sejak tahun 2021 memperoleh beasiswa ADik untuk menempuh pendidikan tinggi di Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajahmada (UGM).
“Di kelas, saya kadang dibeda-bedakan karena seorang diri anak Papua di dalam kelas. Akhirnya saya harus membuka diri untuk menerima budaya di sini dengan menyesuaikan diri, karena dimana pepatah berkata di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, itulah cara saya mengatasinya, “ kata Hulda melalui tulisan di Whatsapp beberapa waktu lalu.
Selain dibeda-bedakan, sebagai orang Papua, Hulda juga tak jarang dinilai kurang wawasan dan ilmu dan tidak bisa melakukan banyak hal seperti mahasiswa nonPapua pada umumnya. menghadapi berbagai perlakuan itu, Hulda menyemangati diri sendiri untuk bisa seperti mahasiswa lainnya.
“Saya memberikan semangat sama diri saya sendiri, bahwa jika teman-teman saya bisa, kenapa saya tidak bisa. Makanya dengan sendirinya saya terus memaksa diri saya untuk meninggalkan rasa malas, giat belajar, dan mengurangi kegiatan di luar kampus yang tidak perlu, seperti hanya jalan-jalan, “kata Hulda yang saat SMA juga menjadi penerima Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) di SMA Katolik Pendowo Kota Magelang.
Baca juga : Mahasiswa Penerima ADik Diharap Raih Prestasi Tinggi dan Lulus Kuliah Tepat Waktu
Hulda juga memaksakan dan menantang dirinya sendiri agar bisa melewati lika-liku hidup di perantauan sehingga mampu menghadapi semua tantangan itu. Secara perlahan namun tegas, Hulda mengatakan pada sesama mahasiswa lainnya, bahwa dirinya juga berhak untuk mendapatkan apa yang diinginkan yaitu ilmu dan juga persamaan perlakuan.
“Saya bukannya bodoh, namun hanya saja belum tahu. Karena tidak ada orang bodoh di negeri ini, namun hanya ada orang yang belum tahu! Saya terus menantang diri saya untuk menaikkan level pada diri saya sendiri dan puji Tuhan saya bisa mengatasi semuanya itu, “katanya.
Diakui Hulda, pernah suatu saat, karena kesibukan sebuah kegiatan, Hulda terlambat menyerahkan tugas kelompok sehingga dianggap teman-temannya tidak bisa diajak kerjasama. Dampaknya, pada kegiatan kelompok berikutnya, teman-temannya itu tida mau lagi satu kelompok dengan Hulda.
“Sebetulnya saya selalu berusaha untuk mengerjakannya walau terlambat. Akhirnya, cara menghadapi nya, saya memotivasi kan diri saya dan memberikan deadline untuk diri saya sendiri agar dikerjakan tepat waktu sehingga tidak diremehkan dan ingin membuktikan,bahwa saya bisa diajak kerjasama, “jelas Hulda.
Namun, Hulda bersyukur, walaupun agak dibedakan karena faktor fisik, namun tak pernah menghadapi dan mengalami perundungan. Secara berkelakar, Hulda mengatakan,dirinyatak dijadikan objek perundungan karena wajahnya yang tipikal Papua dideskripsikan seram dan dinilai sedang marah.
“Muka saya ini, kalau nga senyum terlihat seram di mata orang Jawa dan tatapan saya terlihat sinis dan lagi kalau lagi malas, dikira marah. Mungkin hal itu membuat saya tidak pernah djadikan objek perundungan, “katanya sambil tersenyum.
Baca juga :Cerita Mahasiswa Penerima ADik-Bag 1: Penuhi Cita-Cita Orang Tua
Ingin jadi menteri pariwisata
Berbicara soal pilihannya saat daftar ADik, yakni Prodi Pariwisata, diakui Hulda, sebetulnya saat SMA tidak tertarik bidang pariwisata. Hanya saja, sejak SMP, Hulda punya tekad harus bisa kuliah di UGM. Dengan tekadnya itu, Hulda lantas berpikir dan menimbang memilih prodi yang gampang dimasuki dan pilihannya jatuh pada Prodi Pariwisata. Pilihannya tepat. Hulda diterima di Prodi Pariwisata.
Ternyata, setelah menjalani perkuliahan, Hulda pun jadi tertarik sama dunia pariwisata. Ditanya soal rencananya setelah lulus kelak, Hulda memimpikan membangun sebuah hotel di sebuah destinasi wisata di Papua sekaligus mengelola pariwisata di Papua agar berkembang dan maju seperti pariwisata di Jogja atau tempat lainnya.
“Dan yang paling saya inginkan dari lubuk hati saya adalah menjadi menteri Pariwisata, “ujarnya polos.
Salah seorang dosen mendorong Hulda untuk menulis sebuah destinasi pariwisata dan mengirimkannya ke platform kumparan.com. Lantas, Hulda pun membuat tulisan mengenai pariwisata di Gunung Tidar di dimuat di kumparan.com pada akhir 2022 lalu. Berawal dari situ, dikatakan Hulda, banyak ide menulis soal pariwisata dan mengirimkan lagi ke kumparan.com. Namun, rencana itu terkendala laptopnya yang sering rusak.
“Laptop saya sering error yang membuat rencana menulis lagi terganggu, Errornya laptop juga menjadi salah satu masalah bagi saya saat membuat tugas perkuliahan, “katanya. .