Bandung—Bertempat di Hotel Aryaduta Bandung pada 21 Februari 2024, Balai Pembiayaan Pendidikan Tinggi (BPPT) Kemendikbudristek melakukan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (PKS) BPI Kemendikbudristek 2023 dengan 128 perguruan tinggi yang melaksanakan BPI Kemendikbudristek 2023. Penandatanganan PKS dilakukan secara simbolis oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang diwakili Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Siswantoyo , perwakilan dari Universitas Andalas dan Universitas Gajah Mada (UGM).
Kepala BPPT, Anton Rahmadi, dalam sambutannya, mengatakan, banyak tantangan dalam pengelolaan beasiswa karena berurusan dengan individu penerima beasiswa dengan berbagai karakter dan kapentingan.
“Salah satunya adanya temuan pemalsuan data yang dilakukan mahasiswa penerima BPI, karena itu saya sangat berterima kasih pada kampus yang telah mengkonfirmasi adanya dokumen yang dipalsukan dan saya kira hal ini bukti pengelolaan beasiswa yang dilakukan dengan baik oleh universitas, “kata Anton.
Dalam kesempatan tersebut, Anton mengingatkan universitas, bahwa tahun 2024 ini merupakan Tahun ketiga pelaksanaan BPI. Hal ini berarti Tahun 2024 ini merupakan Tahun kritis bagi penerima BPI Tahun 2021, yakni di jenjang S1 dan S3.
“Kami mengidentifikasi ada sekitar 7000 mahasiswa S1 dan S3 yang mencapai titik kritis karena durasi beasiswanya tersisa satu Tahun, “ujarnya.
Baca juga :Perguruan Tinggi Diharap Dorong Para Dosennya Ikut Seleksi BPI-Kemendikbudristek
Menghadapi Tahun kritis ini, lanjut Anton, BPPT akan melakukan monitoring dan evaluasi secara aktif. Tahun-tahun sebelumnya,monitoring dilakukan daring walaupun ada yang juga langsung. Tahun 2024 ini, BPPT akan melakukan monitoring sepenuhnya secara langsung ke penerima beasiswa yang teridentifikasi progres studinya agak tertinggal, yakni mahasiswa jenjang S3 yang sudah memasuki semester 6, tapi belum seminar penelitian S3, sehingga kemungkinan besar penyelesaian studinya terlambat.
“Kami tidak ingin ada drama minta perpanjangan atau drama perpanjangan tugas belajar. Kami punya kebijakan, tidak ada perpanjangan studi melebihi durasi Beasiswa, “tegasnya.
Terkait itu, Anton juga mengapresiasi beberapa universitas, yakni Universitas Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Institut Teknologi Surabaya yang sudah meluluskan mahasiswa penerima BPI kurang dari 4 tahun.
“Saya berharap apa yang dilakukan tiga universitas ini bisa memberi semangat bagi semua universitas penerima BPI, “kata Anton.
Anton juga memohon memohon kerjasama universitas untuk melakukan cross check data penerima Beasiswa yang ada di BPPT dengan data yang ada di kampus, terutama terkait mahasiswa jenjang S3 yang belum seminar penelitian.
Baca juga : Awardee Beasiswa Pendidikan Indonesia Ditunggu Kontribusinya Bagi Bangsa
Menanggapi hal itu, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Negeri Yogyakarta, Siswantoyo, mengatakan pihaknya akan melakukan monitoring semaksimal mungkin, yakni tidak hanya memfasilitasi monitoring yang dilakukan BPPT, tapi juga melakukan monitoring melalui sistem internal UNY.
“Ini merupakan monitoring dan evalauasi sinergis antara BPPT sebagai pengelola beaiswa dan UNY sebagai universitas pelaksana BPI, “Katanya.
Siswantoyo juga mengusulkan agar dilakukan tracer studi bagi alumni BPI.
“Usul dan harapan saya, jangan hanya terfokus pada input proses dan output, tapi juga fokus pada tahap berikutnya, yakni outcome atau impak. Bagaimana alumni BPI berkontribusi balik bagi bangsa, karena itu perlu dilakukan tracer studi bagi semua penerima Beasiswa, “katanya.