Puslapdik– Sejak Tahun 2013, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menggelar program Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM). Tujuan digelarnya Program ADEM tersebut adalah memberi peluang kepada murid-murid di Papua, daerah 3T dan anak buruh migran di Sabah dan Serawak, Malaysia, untuk menempuh pendidikan menengah yang berkualitas. Melalui Program ADEM, diharapkan terjadi percepatan pembangunan sumber daya manusia di Papua dan Papua Barat, di wilayah 3T dan daerah perbatasan,serta bagi anak-anak buruh migran di Malaysia. Selain itu, Program ADEM juga diharapkan mempercepat akulturasi keragaman budaya.
Siswa peserta ADEM tersebut diberi kesempatan menempuh pendidikan di SMA dan SMK terbaik di 6 propinsi, yakni Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa barat, dan Banten. Diharapkan, para peserta ADEM tersebut melanjutkan pendidikannya melalui program Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik).
Sebagai siswa dari pelosok yang belajar di SMA dan SMK yang jauh dari daerah asalnya, ada banyak cerita dan pengalaman dan bagaimana mereka menghadapi dan mencari solusinya.
Salah satunya adalah Diptung Yevince Mallo yang berasal dari Kabupaten Pegunungan Bintang, Propinsi Papua Pegunungan. Wanita yang akrab dipanggil Vince ini berterima kasih pada pemerintah sudah memberi kesempatan pada dirinya menjalani sekolah di SMKN 1 Kabupaten Gianjar, Bali.
Baca juga : Cerita Mahasiswa Penerima ADik-Bag.2 : Hulda Lidia Soruwe Ingin Jadi Menteri
“Di sini teman-teman pada baik dan selalu membantu kalau saya tidak mengerti materi pelajaran. begitu juga dengan guru asuh ADEM dan kepala skeolah, selalu ada di saat saya butuh bimbingan, “ujar Vince yang ingin melanjutkan kuliah melalui ADIK dan bercita-cita kerja di bank di Papua.
Sementara itu, Megi Lusiana Ayomi, siswa ADEM dari Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, bersaksi, bahwa teman-temannya di SMAN 2 Kota Serang, Banten, sangat ramah, sehingga dirinya merasa dihargai dan mudah beradaptasi.
“Begitu juga dengan guru yang selalu mendampingi dan membantu saya dalam kondisi ketika saya sakit dan mengajarkan saya untuk selalu disiplin, “katanya.
Cerita berikutnya datang dari Semuel Sem Kogoya. Remaja asal Kabupaten Lanny Jaya, Propinsi Papua Pegunungan ini menjadi peserta ADEM di SMA Kristen Yos Sudarso, Kabupaten Kepanjen, Malang, Jawa Timur.,
Diakui Semuel, selama menjadi pelajar di SMA, dirinya mengalami kesulitan di mata pelajaran Matematika,Fisika, dan Kimia. Menyadari kekurangan itu, Semuel aktif bertanya pada guru dan teman-temannya sehingga mampu melewati kesulitan-kesulitan itu.
“Saya ingin melanjutkan kuliah di bidang pemerintahan dan kalau sudah selesai kembali ke daerah asal, kerja di pemerintahan untuk membangun daerah, “ujarnya.
Baca juga : Chorlance, Gadis Papua Jadi Dokter Melalui Beasiswa ADik
Siswa ADEM dari daerah 3T dan anak Buruh Migran
Selain dari Papua, siswa ADEM juga berasal dari daerah 3T atau Terdepan, terpencil dan Tertinggal. salah satunya adalah Putri Palangiran, seorang anak keluarga migran di Sabah, Malaysia. Mengikuti ADEM di SMA Kristen Immanuel Batu, Malang, Jawa Timur, Putri merasa bersyukur.
“Melanjutkan SMA di Malaysia sangat sulit karena dibatasi koutanya.,dan dan dengan adanya ADEM ini, saya bersyukur bisa melanjutkan pendidikan dan nantinya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi,,” ujar Putri yang tahun ini akan segera lulus SMA..
Putri juga bersyukur karena dengan ADEM ini, dirinya bisa tahu Indonesia dan bergaul dengan teman-temannya yang sebelumnya hanya kenal melalui buku, media, dan cerita guru-gurunya.
“Saya tak malu bertanya dan kini sudah bisa berbahasa Indonesia dan sedikit bahasa Jawa, “ujarnya tersenyum.
Begitu juga dengan Juli Bugi, anak seorang buruh Migran di Sabah, Malaysia, yang aslinya berasal dari Sulawesi Selatan.
Selama mengikuti ADEM di SMK 1 Kristen Surakarta, Jawa Tengah, Juli memanfaatkan kesempatan dengan mengikuti berbagai kegiatan dan organisasi siswa serta mengikuti berbagai lomba.
“Saya juga dilatih bagaimana berkarakter yang baik sebagai siswa, baik di sekolah maupun di masyarakat,. dibina kerohaniannya supaya lebih taat pada Tuhan, “katanya.
Juli juga bersyukur punya banyak teman dari berbagai daerah sehingga bisa kenal budaya dan bahasa daerah lain.
Siswa ADEM dari daerah 3 T,Riki Karwayu, yang berasal dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), tahun 2020 lalu, Riki mengikuti seleksi ADEM dan berhasil ditempatkan di SMA Negeri 5 Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Remaja berambut ikal ini menilai, program ADEM merupakan sebuah loncatan bagi anak-anak tidak mampu dari daerah untuk mengenal dunia pendidikan lebih baik.
Ditanya mengenai pengalaman selama 3 tahun menjadi siswa di SMAN 5 Kota Sukabumi, Riki bersyukur, di sekolahnya ia bisa membangun relasi dengan teman-temannya yang asli Sukabumi dan juga sesama siswa ADEM dari daerah lain.
“Awalnya saya merasa minder sebagai orang NTT yang dari daerah tertinggal, tapi secara perlahan saya bisa membangun rasa percaya diri, mengeluarkan pendapat, berdiskusi dengan teman-teman dan guru, ketika pendapat saya diterima, tentunya saya bangga sebagai orang NTT, “jelas Riki.
Dengan ADEM juga, lanjutnya, Riki bisa menambah wawasan dan lebih mengenal dunia di luar NTT.
Diakuinya, di awal tahun, sempat mengalami culture shock karena merasakan perbedaan yang jauh soal bahasa, makanan, dan kondisi pergaulan di Sukabumi yang tidak pernah dialami sebelumnya di Sikka.
Namun, Riki bersyukur selalu memperoleh bimbingan dan pembinaan dari guru BK khusus untuk siswa ADEM. “Dalam bimbingan itu, dibicarakan soal hambatan dalam pelajaran dan pergaulan, diberi penjelasan dan bimbingan sehingga tidak ketinggalan, “jelasnya.
Usai lulus SMA kelak, Riki hendak kuliah melalui ADIK di Prodi pertanian.
“Saya ingin memperluas pengetahuan soal pertanian untuk dikembangkan di NTT, sebab saya lihat selama ini banyak hal yang kurang pas diterapkan di daerah saya soal pertanian, “katanya.